Selasa, 20 September 2022

Mobil Listrik dan Batubara di Indonesia

Baru-baru ini Presiden Indonesia memerintahkan penggunaan mobil listrik sebagai mobil dinas pemerintahan.

Menarik, pemikiran pertama saya, dengan positive thinking tentu saja, ini adalah after effect dari rencana pembangunan industri baterai sebagai pendukung mobil listrik di Indonesia. Kita masih inget bagaimana ramainya pertunjukan komunikasi dari Elon Musk mengenai Nikel di Indonesia yang begitu besar dan sangat powerful nantinya untuk bisa menutupi kebutuhan nikel dalam memenuhi kebutuhan baterai yang akan melonjak naik begitu mobil listrik sudah melalui threshold 15% pengguna sesuai dengan teori implementasi teknologi baru, dimana 15% pengadopsi pertama karena hobi dan pengguna berikutnya mau tidak mau akan mengikuti trend tersebut.

Tapi mungkin juga bukan itu alasannya. Alasan lain yang juga kuat adalah bahwa PLN harus menanggung biaya pembangkitnya yang idle alias nganggur, gara-gara belum sesuainya kebutuhan dalam negeri dan sebelumnya mengikuti proyek mercusuar 35 ribu Mega Watt. Yang meski tidak terealisasi maksimal, namun ternyata sudah mengakibatkan kenaikan ketersediaan (supply) listrik yang melebihi kebutuhan/permintaan dari masyarakat maupun industri. Sisi positifnya sekarang sudah mulai jarang kita merasakan adanya mati lampu. Negatifnya negara harus menanggung biaya pembangkit yang sudah terbangun dan tidak digunakan dari mekanisme take or pay.

Menurut Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah, tahun 2022 kondisi surplus listrik PLN mencapai 6 gigawatt (GW) dan akan bertambah menjadi 7,4 GW di 2023, bahkan diperkirakan mencapai 41 GW di 2030. "Kalau nanti Energi Baru Terbarukan (EBT) masuk maka tahun 2030 PLN itu ada 41 giga oversupply. Bisa dibayangkan kalau 1 GW itu karena kontrak take or pay maka harus bayar Rp3 triliun, sebab per 1 giga itu (bebannya) Rp3 triliun."

Dengan proyeksi itu dan kemungkinan harga energi (BBM, gas maupun batubara) yang kemungkinan akan kembali relatif normal di tahun berikutnya, maka munculah berbagai strategi bagaimana caranya masyarakat dan industri bisa menyerap kelebihan supply listrik tersebut.

Beberapa yang sudah mulai didengar publik adalah: pembagian kompor listrik gratis, penggunaan Mobil Listrik sebagai kendaraan dinas pemerintah, dan yang agak kontroversial penghilangan 450 VA, daya untuk listrik untuk masyarakat miskin yang mendapat subsidi maksimal akan dihilangkan dan diminta pindah ke 900 VA.

Hal lain yang menarik, adalah industri batubara yang merupakan peninggalan rezim Soeharto di miliki oleh orang-orang politik. Hasil dari industri inilah yang digunakan para orang politik ini untuk membiayai pengeluaran politik mereka. Kemudian kita bisa bernalar liar untuk berfikir kenapa kok bisa kebijakan 35 ribu MW dengan proyeksi yang begitu over positive bisa disahkan dan terlaksana.

Kelidan ini semua memunculkan hal menarik mengenai mobil listrik di Indonesia, kalau di luar negeri di propose sebagai solusi atas climate change, karena lebih ramah lingkungan. Namun ternyata di Indonesia dia di iklan kan sebagai kendaraan dinas supaya bisa menyerap kelebihan supply listrik.

#EnjoyAja