Tampilkan postingan dengan label teknologi informasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label teknologi informasi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 31 Maret 2021

When Information become polarized and "pricy"

Reading hard quality news is privilege's nowadays. Why? Because the hardnews paper is not sold anymore, they are changing to digital now.

Before, to get information and deep article with much research and journalism can be reach by buying paper printed news or magazine. In Indonesia Tempo is one of them. It is not much pricy as many of the printing cost is paid by advertisement.

The other way, is to reach the online website of the tempo magazine, or any hard news publisher. They would give free hard news, paid by the paper user, or advertisement from paper published. 

The problem is, as the paper version is less and less printed, beacuse it was not profitable anymore as people getting into the digital version. The digital version, of the hard news, now burdened with profitability. it need to get revenue and be the profitable one.

The problem is, the difference in advertisement concept.

In paper version, advertiser willing to pay some money to get a spot in the paper printed page. And there are not many choice for advertising in paper media. So, they are willing to pay because the scarcity of the commodity.

But in digital media, that's not the case. The business advertiser could get advertised digitally via many-- many-- digital platform of existence, like google, youtube, facebook, twitter, instagram, and so on. This advertisement changing its places.

In turn this is pushed the news publisher in the corner. And made them to compete with the more broad competitor. Which of course they are losing.

What they can do now, is to back to subscription. Which made quality written news become a lot expensive than before.

And the effect, as the calculation of advertisement is paid per click. The news maker is "forced" to go to the "popular" news. With less cost of research and journalism.

That is why, many digital news is first to cover but not highly reliable (like detik com in the 2010'ish) in more and more, make the title as bombastic and attention catching as possible.

That is also explain, why the hoax is persistence and why Dewa Kipas story was helped by the media hype, with less journalism (no cover both side, no deep research on the subject), and high "emotionalism" or "sympathy" so to get as much click as possible. With less after story cover.

Even though there is always a fight between "sugar" vs "oat" news in the industry, referencing to the morning glory movie, underrated movie in my opinion. The sugar is not always face to face with the entertainment. 

So, the bad news is, the quality news would be undemocratically distributed to the paying subscriber, the one that sparring money for the journalism.

And as backward as it is, the news would become polarized and the 'right' news -- as we have bad news is a good news -- would only be burryed under the so much more 'sugar' story, which would, I'm afraid, make the society to be less better on decision making.

As said by Pramudya Ananta Toer, "be just, beginning from the mind."

There is still so much good news on this progression. For example, lets be happy, there are so much free information as free as search on google. :)

Minggu, 10 Februari 2019

Masa Depan Accountant

Accounting


Lagi cari jurusan untuk diambil buat daftar beasiswa. Karena gue dari Akuntansi, maka gue mikir chance gue untuk keterima adalah di jurusan akuntansi.
Tapi jadi inget kemaren baca sebuah artikel tentang masa depan kebutuhan pekerjaan ke depan, dan yang dibutuhkan ke depan rata-rata dari yang jurusan teknologi informasi: pengolahan big data, artificial intelegent, dst. Sedang Akuntansi? Tidak ada didaftar 10 besar itu.

Saya jadi berfikir tentang kenapa profesi-profesi ini dibutuhkan dan masa depannya, apakah masih relevan dan dibutuhkan di masa depan.
Dokter, tentu masih akan dibutuhkan, meski banyak yang akan dibantu oleh teknologi dalam melakukan diagnosa dan seterusnya, tapi teknologi tidak mempunyai kemampuan dalam melakukan penyimpulan dan kemampuan pengambilan keputusan akan diagnosa seorang pasien, apalagi pasien dengan simtom/gejala-gejala kompleks, atau terkait spesialis. Dan oleh karena itu, dokter spesialis akan tetap dibutuhkan di masa depan.

Profesi lain, pengacara misal. Saya rasa profesi ini masih akan tetap sangat relevan hingga masa depan, selama konsep keadilan kita masih di tegakkan melalui majelis hakim dengan jaksa penuntut serta pengacara sebagai pembela tertuduh. Yang akan berubah mungkin hanya pekerjaan pendukungnya. yang membantu dia riset, yang membantu dia menyiapkan dokumen, akan sangat terbantu oleh teknologi, tapi soal pembelaannya di pengadilan saya rasa masih membutuhkan pengacara in person.

Lalu gimana dengan akuntan? Profesi Akuntan setahu saya muncul dengan adanya kebutuhan pengaturan keuangan dan pencatatan, serta pelaporannya. Di dunia digital masih akan sangat dibutuhkan orang yang mampu mengelola keuangan, tapi kalau masalah pencatatan dan pelaporan, sudah akan sangat dibantu oleh teknologi. Transaksi sudah tidak perlu lagi dicatat ulang dari kasir kepada bagian accounting, accounting akan sudah mendapat data yang dapat diolah komputer untuk menjadi laporan yang dibutuhkan. Dengan ini saya berkesimpulan bahwa profesi ini akan berubah menjadi lebih ramping dalam bagian, yang dibutuhkan terutama adalah orang yang mampu membaca laporan tersebut dan memberi rekomendasi strategis akan informasi dari laporan. Dengan artian profesi ini akan tetap dibutuhkan tapi bagi yang memang spesialis dan mempunyai kemampuan strategis.

Auditor, Profesi ini saya rasa juga masih akan dibutuhkan, tapi syaratnya akan bertambah dengan tidak hanya kemampuan bidang yang di audit, namun harus ditambah dengan kemampuan mengolah data dan teknologi informasi. Seperti kita tahu yang di audit nantinya tidak lagi kertas demi kertas bukti transaksi dan pencatatan ke laporan, tapi sudah langsung data transaksi yang di oleh teknologi menjadi laporan. Sehingga nantinya yang diperlukan auditor yang mampu mengolah data langsung dan membandingkannya dengan laporan yang telah jadi. Mampu melihat titik kritis dari pelapoan melalui teknologi informasi. Keamanannya: apakah data transaksi dirubah? apakah data benar sudah dijadikan laporan dengan sesuai? apakah Laporan disusun sesuai standar? dan baru apakah ada hal penting bagi pembaca yang tidak dilaporkan di laporan?

It means, menurut gue, seorang akuntan harus membekali dirinya dengan kemampuan teknologi informasi selain kemampuan strategis pengelolaan keuangan dan pelaporannya agar tetap bisa relevan dengan perkembangan jaman. So, i think i should search the course that over some point of view in the technology informasi that being used in real world, to answer the question like, how to manipulate a big data transaction efective and efficiently, what program and how to get the data needed search an answer for a question that strategicaly needed for the company.